15 Okt 2015

Melihat kehidupan petani tembakau | Teropong 1st


TEROPONG - Melihat kehidupan petani tembakau

   Kehidupan pak sutikno sekeluarga sama persis seperti keluarga lainnya. Di kaki gunung dan berlangit biru tentu saja pilihan dari sekian macam dunia cocok tanam yang di pilihnya adalah tembakau. Tembakau  yang  namanya tersohor ke seluruh penjuru dunia sejak lama. Selain diminati oleh banyak konsumen belakangan ini, tembakau juga di pahami oleh pak Sutikno sebagai warisan budaya. Tembakau  dengan mudahnya di temukan bibitnya di kaki gunung atau daerah ber tanah tinggi. Terkadang hanya melintasi 2 kota atau 3 untuk mendapatkan jenis baru seperti tembakau NA dan kasturi berbagai jenis.


     Pak sutikno memiliki 2  putra dan seorang pendamping hidup. Mereka menjalani hidup mereka dari tembakau. Tembakau yang mereka rawat sedari  awal menyentuhkan akarnya pada tama hingga nanti di panen menjadi bakal uang. Setidaknya sudah terhitung 11 tahun pak sutikno menggeluti dunia cocok tanam tembakau ini , berbagai cobaan dan terpaan mampu di lewati sampai saat ini. 2 putranya kini menginjak kelas 2 dan kelas 5 SD tentu saja mereka bersekolah dan di hidupi oleh tembakau. Istrinya hidup bersama pak sutikno dan anak anaknya di rumah sederhana  yang di perolehnya dari menabung hasil tembakau.


Menghabiskan waktu di ladang tembakau 
sembari menunggu pak sutikno pulang .
2 putra pak sutikno terbiasa akan ladang tembakau


      Di awal musim tanam sepert ini pak sutikno dan istrinya membiasakan bangun lebih awal untuk berkunjung ke ladang tembakaunya. Tak luas lahan itu namun cukup bila pak sutikno bermimpi untuk mendapatkan sepasang baju baru untuk dirinya istrinya dan anak anaknya ditambah lagi bila ada harapan simpanan untuk masa yang akan datang. Pak sutikno juga merelakan masa indah di rumah sedikit teralih oleh tembakau , tak apa menurutnya yang penting masih bisa untuk makan dan berjuang dimasa berat nantinya. Tak jarang juga anaknya yang berangkat sekolah sebelum berangkat menyempatkan diri untuk berpamitan pada mereka di ladang begitu pula ketika mereka datang dari sekolah.  Istrinya juga dengan setia menemani pak sutikno bergulat dengan tanah dan tembakau yang baru ditanamnya  setidaknya sebagai teman bercengkrama atau bahkan sedikit membantu pekerjaan yang mampu di lakukannya.


         Tembakau muda memang beda dengan tembakau yang sudah berusia . dari segi fisik, tembakau muda cenderung kecil, tipis dan rawan terhadap hama. Hama yang menyerang di usia mudia ini adalah ulat dan sejenis parasite pada tembakau mengakibatkan tembakau muda tak bisa tumbuh subur bahkan mengancam kehidupannya. Kemudian di tambah lagi ke stabilan tanah, di lihat dari tingkat kelmbabannya dan kadar airnya. Belum lagi ternak dan binatang tak terduga yang memasuki ladang mereka. Itulah yang menyebabkan tembakau muda sangat membutuhkan perhatian ekstra.


        Pak sutikno pun tak menutup mata akan fenomena yang terjadi belakangan ini. Dimana semua orang yang awam seakan akan memusuhi tembakau  seperti layaknya narkoba. Sering di jumpainya di berbagai media tulisan untuk menghentikan petani tembakau bahkan tak jarang dari mereka bersifat mengecam. Sedih pak sutikno bukan gara - gara  di musihi oleh sedimikan banyak orang, menurutnya yang membuat sedih dirinya adalah ketika semua orang ikut ikutan berteriak akan hal yang mereka tidak tahu 20 % nya, termasuk hal tentang tembakau ini.

       Padahal jika kita lihat penghasilan terbesar dari negeri ini adalah dari sektor tembakau atau yang lebih jelas rokok dengan cukainya. Imbasnya bagi negeri ni sangat luas setiap perusahaan yang menggunakan pengolahan tembakau mampu mempekerjakan ribuan orang , belum lagi omset yang di hasilkan dari penualan produk tembakau. Di daerah jawa timur adalah penopang ekonomi terbesar di sector perdagangan bumi khusunya tembakau. Silahkan hentikan pergerakan tembakau bila sudah siap akan resiko yang di alami negeri ini. Siapa lagi yang akan menanggung banyaknya kekurangan finansial atau bahkan beberapa orang lagi petani tembakau sejenis pak sutikno harus bertahan hidup dengan memelas pada suatu golongan.


sama dengan Pak Sutikno, Pak Hadi merasa di perangi oleh warga sendiri


    Pak Hadi menghidupi ke 4 anaknya tanpa istri, istrinya meninggal kala melahirkan putra terakhirnya. pendidikan tertinggi di capai oleh putrinya, 2 tahun yang lalu sang putri masih sempat merasakan indahnya bangku sekolah pertama didesanya.



      Seiring berjalannya waktu kehidupannya untuk bersekolah dirasanya tidak mungkin lagi dia memilih mengalah untuk ke dua adiknya. adiknya berada disekolah menengah pertama dan sekolah dasar saat ini.

      Kembali lagi ke fenomena yang terjadi belakangan ini, Banyak golongan berpura pura pintar dengan mengatasnamakan anti tembakau  padahal mereka adalah golongan pengekor dan bahkan tak mengerti apa apa. Mereka tak meneliti lebih jauh dan mengambil jalan pintas untuk di katakan pintar dengan mengcopy pemikiran anti tembakau. Alasan utama sebuah konspirasi “TEMBAKAU ADALAH PEMBUNUH” dan sebagainya tentu di ciptakan oleh orang di luar negeri kita ini. Karena mereka telah menadari berbagai manfaat tembakau dan sadar betul masyarakat Indonesia mudah di pengauhi.

      Bila kita tidak berkaca pada sebuah pemikiran ini atau tak berkaca pada pak Sutikno maka jangan salahkan bila kemudian suatu saat akan muncul pergerakan atau golongan yang megatasnamakan “ANTI BERAS atau ANTI PADI”. Negeri kita kaya namun kita terkadang malu untuk mengakuinya. Semoga pemikiran dan sedikit kisah dari pak sutikno dan pak Hadi membuka wawasan kita lebih luas. Untuk menghayati lebih jauh danberfikir lebih jernih.

lintangbatasmagz