23 Mei 2016

sisi lain industri perhiasan korea



Dunia telah memiliki sisi trend dan fashion yang melebar namun juga segmented. Perkembangannya yang meluas dalam beberapa kelompok masyarakat memiliki pihak tertentu untuk menggemarinya. Sebut saja seperti fashion ala London, fashion ala paris, fashion ala USA, fashion ala jepang, fashion ala Indonesia, atau bahkan fashion ala korea. Fashion tetaplah fashion, ia adalah sebuah ide untuk menampilkan sisi keindahan dalam kehidupan berbuasana manusia, fashion tak lepas juga dari adanya aksesoris. Aksesoris merupakan penunjang ke 2 untuk melengakapi fashion tersebut.



Aksesoris, busana , dan manusia adalah sebuah kesatuan  untuk melengkapi kata fashion tersebut. Meski terjual terpisah, atas nama fashion ketiga hal tersebut dapat di satukan bahkan di kombinasikan kembali atas nama fashion.
Menelisik tentang aksesoris, aksesoris merupakan hal yang memiliki daya tarik sendiri bagi penggemarnya. Aksesoris yang beredar di masyarakat saat ini telah merata, seperti kalung, cincin, gelang, anting, hingga kancing. Aksesoris bergaya daerah tertentu juga dapat di jumpai, contohnya seperti korea. Pernik pernik korea dapat di jumpai dengan mudah, trend untuk menggunakan hal berbau korea gencar sekali belakangan ini. Dari film korea serta budaya music korea seakan akan mengkombinasikan aksesoris ini sebagai hal yang di promokan lewat produk mereka tersebut.



Korea merupakan Negara industri entertaimen paling megah terbesar di dunia nomor 2 setelah jepang . pendapatan negaranya di hasilkan dari industri berupa hiburan. Korea hampir bisa menjual produk hiburannya berupa drama atau lagu serta video clip hampir 75% di penjuru dunia ( forbes 2016 ). Tak kaget jika mereka memiliki sentral industri yang banyak sekali bertema pada entertainment. Industry aksesoris hingga komplek pertokoan yang menjadi tempat wisata berbasis custom accsesoris, korea punya. Dalam sebuah perjalanan saya melihat sebuah komplek pertokoan yang mengijinkan pembeli merangkai sendiri aksesoris yang akan di gunakan. Semisal cincin, calon pembeli bebas menetukan bentuk yang di inginkan. Begitu pula dengan kalung, selain ornamennya dapat di tentukan oleh pembeli bahan yang di bentuk juga dapat di pilih oleh calon pembeli. Murahkah itu? Relatif.
Segala hal yang di tampilkan dalam pasar tersebut selalu habis di serbu pengunjung. Pendapatan warga yang bergeliat dengan bisnis tersebut bisa mencapai  $450 USD perharinya.







Yang menjadi titik tumpu dari industri aksesoris  korea ini adalah sisi kreatif SDM pembentuk aksesoris tersebut. Kemudian kedekatan akan konsumen dan penyedia jasa tersebut. Di tambah lagi kepercayaan pemerintah terhadap masyarakatnya untuk menciptakan karya lewat pasar atau komplek pertokoan berbasis aksesoris tersebut. Di tambah lagi korea sudah memiliki kebiasaan untuk tidak bangga akan produk Negara lain, wajarlah mereka menggunakan produk Negara mereka sendiri dengan rasa bangga ketika menampilkan produk apapun.




Bagaimana dengan Indonesia? Tak adakah dengan bisnis aksesoris yang serupa?
Indonesia juga memiliki bisnis demikian, menjamur dan bahkan menjamur sangat banyak.  Di bandung terdapat sentra pembuatan aksesoris berskala rumahan. Di jember terdapat usaha pembuatan aksesoris yang berskala desa. Tepatnya di desa tutul daerah balung. Di desa ini banyak di temukan pengerajin yang menjadikan berbagai bahan untuk di bentuk aksesoris berupa kalung cincin atau gelang. Biji bijian, tulang, hingga logam keras dan logam lunak semua mereka mampu kombinasikan  menjadi produk aksesoris. Para pengerajin dari jember ini juga telah memiliki pasar tersendiri, kota kota di Indonesia  juga telah tersuplai oleh karya pengerajin dari jember ini. Berbagai segmen pekerja menuangkan kreatifitasnya disini untuk menghasilkan produk. Tak jarang pula lelaki ikut bekerja sebagai penyuplai bahan aksesoris erhiasan, ikut andil memotong dan membentuk bahan baku. Anak anak juga tampak riang membantu orang tuanya serta sembari mereka bercanda.








Di desa tutul industry ini telah berjalan sekitar 22 tahun, berawal dari bisnis keluarga perseorangan kini menjelma menjadi industry kreatif desa. Pendapatan dari penjualan aksesoris ini semakin tahun semakin memuncak, setiap daerah  Indonesia hampir memiliki produk aksesoris dari desa kecil ini. Desa tutul menghasilkan sekitar  3500 – 4000 aksesoris setiap harinya. Begitu besarnya kuantitas produk yang di hasilkan oleh pekerja disana mestinya desa tutul memiliki potensi industry secara internasional bahkan bila mau berkaca dari korea, pemerintah akan menjadikan desa tersebut menjadi destinasi wisata tersendiri. Bila di tanyakan dari salah satu pihak  pemilik industry aksesoris tutul ini sebenarnya peminat luar negeri tak jarang datang langsung namun dengan pulang dengan harapan pupus karena industrinya tak terlihat meyakinkan.




Korea dan Indonesia bila kita lihat dari penjabaran di atas sebenarnya sama. Bahkan mungkin milik kita memiliki ciri khas yang beda,dari segala bahan kita bisa di jadikan aksesoris. Permasalahannya adalah di segmen kreatifitas untuk menjual dan mengemas produk kepada konsumen. Korea selalu mengupayakan kebersihan lingkungan serta rasa nyaman terhadap konsumen, buktinya bisa dilihat dari kesanggupan pengerajin aksesoris/ perhiasan untuk membentuk sesuai selera konsumen. Berbeda dari tutul mereka cenderung menjual jadi, akibatnya pesanan yang tak kunjung laku semakin hari semakin bertambah dengan kuantitas yang tidak sedikit. Kondisi di korea begitu meyakinkan dengan adanya pasar skala besar, sementara di dalam negeri ini pembeli terjun langsung ke tempat industry. Memang merupakan pemandangan unik bagi sebagian pembeli kita bisa terjun dan memilah sendiri produk yang kita mau. Tapi sekali lagi industry skala internasional cenderung tak di yakinkan dengan kondisi ini.


Di korea segala terjual sebagai “ benda entertaiment“ , pemerintah korea sadar betul bahwa pariwisata bisa membentuk pendapatan tersendiri bagi warga dan negaranya. Kesadaran pemerintah di lokal sangat kurang, seakan akan tiap tempat pariwisata di biarkan begitu saja.  Sering kali pula infrastruktur tidak di benahi. Sebenarnya Indonesia bisa menjadi raksasa industri menyusul korea, cina, atau jepang hanya terkendala infrastruktur dan kurangnya kesadaran untuk menjadi kreatifitas tersebut terkadang menghambat cita cita tersebut. Di balik harapan besar Indonesia menjadi Negara yang berani bersaing dengan luar negeri, kita patut berbangga seniman aksesoris Indonesia mampu memanfaatkan berbagai bahan untuk di jadikan produk unggulan bagi lingkungan mereka.