15 Okt 2015

Kenapa Musuhi Tembakau | Topik 1st


 World Tobacco Day,Kenapa Musuhi Tembakau | Topik 1st

  Isu anti tembakau yang diusung mengatasnamakan wacana kesehatan, menggiring masyarakat untuk mengamininya tanpa syarat. Tidak lain karena kesehatan adalah sesuatu yang tak dapat ditawar-tawar dan sangat berharga bagi setiap orang.

   Sebagai referensi pembaca dalam rangka hari tanpa tembakau sedunia, 31 Mei 2015—sekiranya dua buku berikut dapat membantu kita ‘membaca’ isu tembakau secara berimbang dan menyeluruh. Buku pertama berjudul MUSLIHAT KAPITALIS GLOBAL, Selingkuh Industri Farmasi dengan Perusahaan Rokok AS, Okta Pinanjaya dan Waskito Giri S, Jakarta, 2012. Sedang buku yang kedua adalah NICOTINE WAR, PERANG NIKOTIN DAN PARA PEDAGANG OBAT, Penulis Wanda Hamilton, Penerjemah Sigit Djatmiko, Yogyakarta, 2010.

DR.Hi.MS.Kaban, SE.M.Si dalam pengantar buku Muslihat Kapitalis Global, Selingkuh Industri Farmasi dengan Perusahaan Rokok AS, menulis bahwa meski disatu sisi seringkali dikatakan bahwa entitas tembakau mengandung senyawa karsinogen sebagai penyebab penyakit kangker, namun disisi lain tembakau juga disebut memiliki potensi kandungan protein yang justru sanggup mencegah berbagai penyakit, termasuk kanker.




 “ Dengan menggunakan cetakan nano pada filter Divine, densitas elektron meningkat, sehingga kandungan merkuri pada tembakau akan siap melepaskan elektron. Dan ketika merkuri kehilangan 1 elektron, ia bukan lagi merkuri. Ia merupakan partikel emas atau aurum, tepatnya artificial aurum. Saya jadi ingat sebuah artikel tentang partikel aurum, dalam ukuran nano, ia sudah lama dikenal sebagai nanomaterial yang efektif membunuh sel kanker tanpa merusak sel lainnya”, jelas Dr. Gretha.



Penjelasan tersebut diamini oleh mitra penelitian Dr.Gretha, Profesor Dr. Sutiman Bambang Sumitro, seorang mikrobiolog dari Universitas Brawijaya, Malang. “Merokok tembakau tidak membahayakan generasi terdahulu, seharusnya juga tidak generasi sekarang. Yang berbahaya itu adalah radikal bebasnya, dan radikal bebas ada di mana-mana.” (langit perempuan.com).




      Di Amerika, persoalan resiko bahaya tembakau yang sering dikampanyekan gerakan anti rokok, mendapat kritikan keras dari beberapa kalangan. Robert A. Levy dan Rosalind B. Marimont dalam artikel bertajuk, “Lies, Damned Lies & 400.000 Smoking-Relating Deaths” (Regulation, vol.21 N0.4, 1998) mengungkapkan bahwa kebenaran adalah korban pertama dalam perang melawan tembakau. Pernyataan 400.000 kematian prematur setiap tahun di Amerika akibat merokok merupakan kebohongan besar. Hal ini hanya merupakan mantra untuk menjustifikasi semua tindakan regulasi dan legislasi tembakau.
     Beberapa penelitian dan kajian ilmiah yang dimuat dalam British Journal of Cancer (2002), seperti dikutip Gabriel Mahal dalam buku Nicotine War karya Wanda Hamilton, membuktikan tidak adanya hubungan antara merokok dengan resiko kanker payudara. Hasil studi lain yang dikenal dengan sebutan “Roll Royce of Studies” (Journal of critical Epidemiology 42, n0.8, 1989) menjelaskan tidak adanya hubungan antara merokok dengan sakit jantung.


Rezim Industri Kesehatan
      Michel Foucault dalam analisisnya tentang kesejarahan masyarakat industri kapitalisme, mendapati bahwa kemunculan dan membesarnya industri kesehatan modern ternyata juga berperan determinan sebagai salah satu variabel penting dalam proses pembentukan pengetahuan dominan masyarakat modern. Disini Foucault menguraikan pergeseran dari dominasi agama pada masa kehidupan pra-modern ke dominasi medis dalam kehidupan modern sebagai munculnya”kekuasaan medis” atau “kekuasaan klinik”. 
      Ivan Illich, seperti halnya Foucault, menemukan suatu gejala terjadinya “imperialisme diagnostik” dalam masyarakat industri modern. Hal ini bukan saja menyebabkan terjadinya ketergantungan masyarakat modern terhadap rezim industri kesehatan sebagai dampak dominasi struktur industri kapitalistis, melainkan bermuara pada munculnya gejala epidemi “penyakit yang muncul dari dokter” (iatrogenesis), yang bersifat klinis, sosial maupun kultural. Illich menganggap gejala ini terjadi karena adanya kelebihan produksi di industri kesehatan seperti halnya sektor-sektor industri lainyang telah mendorong upaya perluasan dan pendalaman pasar industri kesehatan untuk memperoleh keuntungan dari penyebaran ketakutan. 
       Dominasi pengetahuan yang diproduksi dan diproduksi ulang secara terus-menerus oleh rezim industri kesehatan menciptakan sebuah ancama berupa homogenisasi kesadaran. Jika terjadi, tentu bukan hanya soal sehat dan sakit, normal dan abnormal, ataupun baik dan buruk, akan tetapi seluruh atribut politik identitas kebangsaan dan bernegara akan dirumuskan oleh kepentingan industri kapitalisme yang tengah bergerak mendunia ini. (Okta Pinanjaya dan Waskito Giri S, 2012).