20 Nov 2016

wanita di balik tembakau


tembakau adalah sebuah karya seni yang melibatkan banyak tangan. dari mulai proses penanaman hingga proses panen tembakau selalu memiliki sisi  unik dan luar biasa untuk di kupas. tembakau di anggap sebagai dewa penyelamat bagi sebagaian masyarakat, kehidupan mereka bergantung dari hasil tembakau ini setiap tahunnya. bahkan pada daerah penghasil tembakau tertentu seperti jember, terdapat pabrik pabrik besar yang mempekerjakan banyak wanita hanya untuk mengurusi satu hal bernama tembakau ini.
      tembakau dan para wanita? mengapa hal ini berkaitan? mengapa tak pria dan tembakau ? bukankah pria lebih kuat ?
ternyata jawabannya adalah satu hal ini, tembakau memerlukan tingkat ketelitian dalam proses sortasi, terutama tembakau lembaran yang akan menjadi bahan baku cerutu. cerutu memiliki  milai finansial lebih tinggi bila di banding dengan rokok biasa. wanita memiliki sebuah sifat natural sebagai mahluk yang lebih sabar ( telaten : bahasa jawa ) bila di bandingkan pria. ini menunjukkan bahwa wanita benar benar berperan penting demi terciptanya sebuah cerutu berkualitas, sedikit saja kedetilan tidak tercapai maka sebuah cita rasa dari mahakarya berupa cerutu tak akan tercapai.


pada film kali ini akan di jabarkan seberapa besar peran wanita dalam dunia industri tembakau. wanita yang kita anggap mahluk paling indah kini telah bersanding dengan bakal calon mahakarya terindah berupa cerutu.

Rokok Ketengan Sang Penyelamat Ekonomi Mikro

kopi rokok

Hai kretekus, apakah kalian tahu istilah rokok ‘ketengan’? Ya, ‘ketengan’ merupakan istilah bagi orang Indonesia yang merujuk pada membeli rokok dengan cara diecer per batang. Saya kira budaya membeli rokok ‘ketengan’ hanya ada di Indonesia. Entah siapa orang Indonesia yang pertama kali memulai budaya ‘ketengan’ ini. Nampaknya kita harus berterima kasih kepadanya, sebab budaya ‘ketengan’ ini menyelamatkan para asongan, pedagang kaki lima, warung-warung kelontong hingga warkop yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia. Dan menjadi alternatif bagi rakyat tak berduit tebal untuk tetap menghisap cita rasa kretek Indonesia.
Rokok ‘ketengan’ memang sangat lekat dengan rakyat-rakyat kecil, cobalah anda tengok, yang membeli rokok ‘ketengan’ pasti tukang becak, supir angkot, nelayan, buruh, mahasiswa, dan karyawan di saat akhir bulan. Sebab rokok ‘ketengan memang disuguhkan oleh para pedagang untuk menyasar pembeli rokok yang kategori kelasnya menengah ke bawah. Dan juga, karena memang yang berjualan rokok jenis ‘ketengan’ merupakan warung-warung kecil atau usaha unit mikro.
Sungguh di tengah hiruk-pikuk kapitalisme global yang mengagung-agungkan ekonomi makro, rokok ‘ketengan’ menjadi penyelamat ekonomi mikro yang meskipun uangnya adalah recehan (bukan bit koin, saham, cek dan tetek bengek lainnya), namun recehan tersebut rill beredar di masyarakat. Saya kira untuk mengetahui sejauh mana ekonomi rakyat masih berjalan, dengan cara simpel kita lihat saja apakah rokok ‘ketengan’ masih dijual di warung-warung, sebab ini dapat menjadi tolak ukur yang berkaitan dengan daya jual dan daya beli dalam sudut pandang ekonomi mikro.
Dan apabila kita amati dengan seksama, usaha unit mikro memiliki peran yang sangat besar dalam perekonomian Indonesia. Menurut data BPS 2014, jumlah UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di Indonesia sebanyak 57,89 juta unit, atau 99,99 persen dari total jumlah pelaku usaha nasional. UMKM memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja sebesar 96,99 persen, dan terhadap pembentukan PDB sebesar 60,34 persen. UMKM juga berkontribusi dalam penambahan devisa negara dalam bentuk penerimaan ekspor sebesar 27.700 milyar dan menciptakan peranan 4,86% terhadap total ekspor. Jadi selain dari sektor tembakau yang menyumbang devisa negara yang besar, para pedagang rokok ‘ketengan’ ini pun turut memberikan kontribusi ekonomi terhadap negara.
Dalam banyak penelitian, terutama dalam sudut pandang ekonomi kerakyatan, terdapat hubungan positif antara usaha mikro dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut para ahli ekonomi, usaha mikro berperan terhadap pengentasan kemiskinan, maupun dalam menyerap tenaga kerja Indonesia. Beberapa hal ini yang menjadi basis utama Indonesia dalam menghadapi MEA yang sudah dibuka akhir Desember 2015. Dibandingkan dengan usaha yang berskala besar, usaha unit mikro terbukti lebih tahan dan resisten terhadap krisis ekonomi. Catatan yang penting lainnya adalah para pelaku usaha mikro ini tidak banyak bergantung kepada suntikan modal dari pemerintah maupun swasta, kebanyakan mereka berdiri dan berjalan secara mandiri.
Hulu ke hilir sektor tembakau banyak memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia, jika dari sektor hulu banyak berdampak besar bagi perekonomian negara dalam skala makro, maka dari sektor hilir pun banyak memberikan sumbangsih dalam perekonomian skala mikro. Maka hal ini dapat menciptakan tujuan bersama dalam ekonomi kerakyatan bagi rakyat Indonesia. Ciri-ciri ekonomi kerakyatan, menurut Prof. Revrisond Baswir adalah, Pertama, adanya partisipasi penuh seluruh masyarakat Indonesia dalam produksi nasional sebagaimana tertera dalam pasal 27 UUD 1945. Kedua, adanya partisipasi penuh seluruh masyarakat dalam menikmati hasil produksi nasional. Ketiga, Pembentukan produksi dan pembagian hasil produksi nasional harus adil dan berada di tangan rakyat.
Habis ini, jika anda ingin melihat sejauh mana roda ekonomi Indonesia berjalan, tak usah jauh-jauh melihat indeks saham di Bursa Efek Indonesia. Pergilah ke warkop dan belilah rokok ‘ketengan’ lalu minta ke pedagang warkop untuk menyetel chanel MNC Business.

Pangeran Diponegoro; Perokok dan Nasionalisme

pangerandiponegoro


Rokok dan para tokoh dunia, keduanya memiliki hubungan yang sangat dekat. Begitu pun di Indonesia, para tokoh bangsa ini juga memiliki kedekatan yang erat dengan segala macam rokok khas Indonesia, mulai dari rokok yang dilinting sendiri hingga rokok kemasan. Hal tersebut tak dapat dipungkiri dan sudah tercatat dalam sejarah perjalanan bangsa ini.
Kedekatan para tokoh tersebut dengan rokok bukan tanpa alasan. Sebut saja Pramoedya Ananta Toer. Pria yang akrab disapa Pram, bahkan meminta sebatang rokok menjelang kematiannya. Baginya, setiap hisapan adalah nafas kehidupan bagi para petani tembakau untuk menghidupi anak-anaknya.
Dalam kisah lain disebutkan bahwa Haji Agus Salim (Dubes RI pertama untuk Kerajaan Inggris, yang juga Pahlawan Nasional) ditanya oleh seorang tamu dalam sebuah jamuan diplomatik di London. Saat itu, Agus Salim sedang menghisap rokok kretek, dimana aromanya menarik perhatian seorang diplomat pada jamuan diplomatik tersebut. “Tuan menghisap apa?” tanya Diplomat itu kepada Agus Salim. Agus Salim menjawab, “Inilah yang membuat nenek moyang Anda sekian abad lalu datang dan kemudian menjajah negara kami.” Jawaban tersebut menjadi tamparan bagi para imperial Barat saat itu.
Tokoh nasional lain yang juga memiliki kedekatan erat dengan rokok, diantaranya adalah Bung Karno, Jenderal Soedirman, S.M. Kartosoewiryo, Chairil Anwar, Sultan Hamengkubuwono X dan lain sebagainya. Sedangkan tokoh dunia, diantaranya Albert Einstein, Josep Stalin, Steve Jobs, Mao Tse Tung (dibaca : Mao Zedong), Fidel Castro, Winston Churchill, Nikita Kruschev, Jawaharlal Nehru, Marshall Tito, Charles de Gaulle,  Ho Chi Minh, John F. Kennedy dan masih banyak lagi lainnya.
Tokoh-tokoh yang telah disebutkan di atas bukan sembarangan tokoh. Mereka adalah orang-orang yang memiliki pengaruh untuk mengubah dunia melalui pikiran dan karya-karyanya.
Mengenai Pangeran Diponegoro. Kita mengetahuinya saat mendapatkan pelajaran sejarah di sekolah. Ia merupakan salah satu sosok Pahlawan Nasional yang gigih berperang menentang penjajah Belanda pada perang yang disebut sebagai Perang Jawa (1825-1830).
Pangeran Diponegoro lahir pada 11 November 1785 di Yogyakarta. Nama kecilnya Bendoro Raden Mas Ontowiryo. Ia meninggal saat berada di pengasingannya di Makassar pada 8 Januari 1855.
Sosok Pangeran Diponegoro menjadi bahan kajian banyak peneliti. Salah satunya adalah Peter Carey, sejarawan Universitas Oxford yang telah meneliti Pangeran Diponegoro selama 30 tahun. Peter mengungkapkan bahwa dia mengetahui Pangeran Diponegoro saat ia mencari referensi penulisan tentang Revolusi Prancis. Ketika membongkar arsip dan pustaka, matanya bertatapan dengan lukisan sosok Pangeran Diponegoro yang menurutnya “mistis dan magis”.
Setelah itu, Peter mulai menuliskan buku tentang Pangeran Diponegoro. Buku yang sudah ditulisnya, diantaranya, Takdir: Riwayat Pangeran Diponegoro (2014) dan Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa (2012). Dalam buku Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa (2012), Peter mengungkapkan ada banyak aspek tentang Pangeran Diponegoro.
Diantaranya Pangeran Diponegoro sangat suka merokok. Ia membuat rokoknya sendiri dengan gulungan daun jagung. Rokok jenis ini disebut Rokok Klobot.
Walaupun tidak disebutkan dengan jelas mengenai maksud Pangeran Diponegoro merokok seperti yang diutarakan oleh Pramoedya Ananta Toer maupun Haji Agus Salim. Yang perlu ditegaskan dalam hal ini adalah Pangeran Diponegoro merupakan seorang perokok dan rokok yang dihisapnya adalah Rokok Klobot, padahal pada saat itu Rokok Pipa juga tak kalah populer di kalangan bangsawan kerajaan dan pejabat-pejabat tinggi pemerintahan Hindia Belanda. Terlebih, Pangeran Diponegoro juga dekat dengan kalangan bangsawan kerajaan.
Perlu diketahui bahwa sejak Christoper Columbus melihat komunitas lokal di Trinidad dan Tobago menghisap tembakau dengan menggunakan pipa pada 1498. Budaya menghisap tembakau dengan menggunakan pipa ini kemudian dibawa oleh Christoper Colombus ke benua asal mereka, benua Eropa, untuk diperkenalkan dan disebarluaskan.
Ternyata budaya yang dibawa oleh Columbus itu menjadi populer di masyarakat Eropa sebagai bagian dari gaya hidup masyarakat Eropa. Kemudian budaya merokok dengan pipa ini dibawa oleh penjajah Belanda ke ke lingkungan kerajaan-kerajaan di seluruh Nusantara.
Sedangkan menurut Thomas Stamford Raffles dalam buku History of Java yang ia tulis, kebiasaan merokok masyarakat Nusantara khususnya Jawa sudah dimulai sejak tahun 1601. Dalam naskah Jawa Babad Ing Sangkala menyebut bahwa kemunculan tembakau diikuti kebiasaan merokok bersamaan dengan mangkatnya Panembahana Senopati antara tahun 1601 hingga 1602.
Selain itu, dalam naskah Babad Tanah Jawi juga disebutkan bahwa Roro Mendut meracik tembakau dan cengkeh kemudian dibungkus dengan gulungan daun jagung kering untuk dijual sebagai upayanya membayar pajak kepada Kerajaan Mataram. Artinya, baik Rokok Klobot maupun Rokok Pipa, muncul dalam waktu yang hampir bersamaan di masyarakat Nusantara. Juga mengartikan bahwa hidup dan kebiasaan merokok Pangeran Diponegoro jauh setelah munculnya Rokok Klobot dan Rokok Pipa.
Pangeran Diponegoro patut dikenang sebagai Pahlawan Nasional bukan hanya karena kegigihannya berjuang menentang penjajah Belanda pada Perang Jawa, tapi juga karena nasionalismenya pada budaya dan produk Tanah Air. Hal ini merupakan perwujudan dari kecintaan Pangeran Diponegoro pada bangsa dan negara sendiri.