14 Nov 2017

11 Pasar Unik dan Aneh yang Ada di Indonesia

 
Ilustrasi Pasar (Pixabay)

Kalau selama ini kamu tahunya kalau pasar di Indonesia itu hanya sebuah tempat untuk melakukan transaksi jual beli seperti beras, sayuran, ikan, dan daging, berarti tingkat ke-Indonesia-anmu harus diuji.
Sebab, di berbagai daerah di Indonesia ada beberapa pasar unik yang tidak hanya menjual barang-barang standar seperti beras, ikan, dan daging semata. Di pasar ini kamu bisa menemukan berbagai barang jualan yang unik dan aneh.
Nah, untuk menambah wawasanmu agar tingkat ke-Indonesia-anmu makin terasah, berikut kami rangkum beberapa pasar unik yang ada di Indonesia. Lantas, seperti apa pasar unik tersebut? berikut ulasannya
1. Pasar Beriman Tomohon di Manado

Pasar Beriman Tomohon di Manado via beritafox.blogspot.co.id

Nama Pasar Beriman Tomohon yang berada di Manado ini sangat terkenal di Indonesia, bahkan mungkin di dunia. Meskipun kebanyakan barang yang dijual di pasar ini bisa membuatmu langsung merasa jijik, mual, bahkan muntah.
Pasar ini terkenal karena banyak menjual berbagai daging hewan yang tidak lazim seperti ular piton, anjing, monyet, kucing, dan tikus. Semua daging-daging tersebut bisa kamu beli dengan bebas di pasar unik ini.
Kalau kamu ingin melihat Pasar Beriman Tomohon dengan situasi paling ekstrim, datanglah pada jam 4 – 5 pagi. Karena di jam-jam tersebut, kamu bisa melihat daging-daging hewan tersebut dalam keadaan masih segar.
2. Pasar Terapung Muara Kuin di Banjarmasin

Pasar Terapung Muara Kuin di Banjarmasin via wikipedia.org

Kota Banjarmasin dijuluki sebagai kota ” seribu sungai “, karena di kota ini memang banyak sekali terdapat sungai. Jadi, tidak heran jika masyarakat disana memamfaatkan sungai-sungai tersebut untuk berbagai keperluan, salah satunya dijadikan pasar terapung.
Salah satu pasar terapung yang terkenal di Banjarmasin yaitu Pasar Terapung Muara Kuin. Yang unik dari pasar ini bukan dari barang yang dijualnya, melainkan sensasi yang kamu bisa rasakan saat proses berbelanja.
Sebab, kamu akan mengunakan perahu kelotok yang bergoyang-goyang diatas air sungai saat berbelanja. Kalau ingin mengunjungi pasar unik ini, datanglah pagi-pagi, karena pasar ini tutup pada jam 9 pagi.
3. Pasar Sentral Makale di Toraja

Pasar Sentral Makale di Toraja via kompasiana.com

Satu hal yang wajib kamu ketahui jika datang ke Toraja yaitu babi dan kerbau adalah dua hewan yang dianggap sakral. Jadi, jangan heran kalau disana kamu menemukan banyak masyarakatnya yang berjualan daging babi.
Salah satu pasar yang menjual daging babi di Toraja adalah Pasar Sentral Makale. Di tempat ini kamu bisa bebas melakukan jual beli daging babi, tinggal tunjuk mau yang mana, tawar menawar, deal, langsung bawa pulang.
Tapi, pasar ini bukan hanya menjual daging babi saja, ada juga yang menjual barang dagangan lain. Sedangkan tempat jual beli daging babi ada blok khusus sendiri yang berada di belakang pasar dan dibatasi tembok setinggi 1,5 meter.
4. Pasar Bolu di Toraja

Pasar Bolu di Toraja via tempo.co

Seperti yang disinggung sebelumnya bahwa babi dan kerbau adalah dua hewan yang sangat disakralkan di Toraja. Jadi jangan heran jika banyak masyarakat Toraja yang berjualan dua jenis hewan tersebut.
Salah satu pasar yang cukup dikenal sebagai tempat jual beli daging babi di Toraja adalah Pasar Sentral Makale, sedangkan pasar yang terkenal sebagai tempat jual beli kerbau di Toraja adalah Pasar Bolu.
Pasar Bolu adalah pasar kerbau terbesar di dunia. Walaupun begitu, pasar ini tidak buka setiap hari, melainkan enam hari sekali. Jadi, jika kamu ingin mengunjungi pasar unik ini, pastikan dulu jadwalnya sesuai dengan kedatanganmu.
5. Pasar Kembang (Sarkem) di Yogyakarta

Pasar Kembang (Sarkem) di Yogyakarta via merdeka.com

Kalau umumnya pasar itu selalu diidentikan dengan para ibu-ibu yang berbelanja, tapi berbeda dengan Pasar Kembang yang ada di Yogyakarta ini. Pasar ini justru sebaliknya yaitu dekat dengan para laki-laki.
Karena Pasar Kembang adalah sebuah nama kawasan prostitusi yang ada di Yogyakarta, dimana nama ini diambil dari nama jalan yang menjadi markas untuk beberapa motel yang dulunya pernah menjadi tujuan wisatawan yang ingin merasakan sisi lain Yogyakarta.
6. Pasar Klithik di Yogyakarta

Pasar Klithik di Yogyakarta via kompasiana.com

Pasar unik berikutnya masih berada di Yogyakarta yaitu Pasar Klithik. Pasar ini terkenal dengan berbagai barang antik seperti korek api, cerutu, jam tua, dan masih banyak barang antik lainnya yang bisa kamu temukan disini.
Selain barang antik, pasar ini juga menyediakan barang baru dan barang bekas. Di pasar ini bahasa Jawa sangat lumrah didengar dalam proses tawar menawar. Tapi harus waspada jika mengunjungi pasar ini, kabarnya ada banyak copet yang berkeliaran di Pasar Klithik.
7. PASTY di Yogyakarta

PASTY di Yogyakarta via pasty-jogja.blogspot.co.id

Selain Pasar Kembang dan Pasar Klithik, ada satu lagi pasar unik yang ada di Yogyakarta yaitu PASTY. PASTY adalah singkatan dari Pasar Satwa dan Tanaman Hias. Dulunya nama pasar ini adalah pasar Ngasem.
Di pasar ini kamu bisa menemukan berbagai jenis hewan dan tanaman hias. Uniknya, di pasar ini kamu juga dengan mudah menemukan beberapa jenis hewan yang tidak lazim diperjualbelikan seperti ular dan sebagainya.
Yang menarik dari pasar ini, selain difungsikan sebagai pasar, tempat ini juga dijadikan objek wisata, dimana banyak wisatawan yang datang dari luar Yogyakarta karena penasaran dengan tempat ini.
8. Pasar Triwindu di Solo

Pasar Triwindu di Solo via nationalgeographic.co.id

Selanjutnya adalah Pasar Triwindu di Solo. Tidak ada yang unik kalau dilihat dari bentuk bangunannya, tapi jika sudah memasuki di dalam pasar tersebut, barulah kita bisa melihat langsung keunikan dari pasar ini.
Di pasar ini kamu bisa menjumpai para pedagang yang menjual seperti wayang, logam, hingga patung batu yang berumur sangat tua. Makanya kebanyakan orang menjadikan pasar ini sebagai tempat berburu barang antik.
Uniknya lagi, barang-barang antik yang dijual dipasar ini bisa kamu tawar langsung. Selain itu, para pedagang di Pasar Triwindu sangat terkenal dengan keramahtamahannya. Barangnya bisa ditawar dan penjualnya ramah, dijamin acara belanjamu akan semakin menyenangkan.
9. Pasar Bisu di Sumatera Barat
Kalau pasar unik yang ada di Sumatera Barat ini mengajarkan para calon pembeli dan penjualnya untuk mengetahui isi hati masing-masing tanpa harus banyak bicara satu sama lainnya.
Bagaimana caranya? tentunya bukan dengan cara telepati! tapi dengan mengunakan tradisi ” Marosok “. Selama transaksi jual beli tersebut, penjual dan pembeli akan mengunakan jari untuk menentukan harga tanpa berbicara.
Tujuan dari mengunakan bahasa isyarat tersebut adalah agar harga tawar-menawar tersebut tidak diketahui oleh orang lain. Kalau ingin mengunjungi pasar ini, perlu dicatat bahwa Pasar Bisu ini hanya buka setiap hari selasa saja.
10. Pasar 46 di Jambi
Apakah kau tau pasar apa yang waktu bukanya tersingkat di Indonesia? Jawabannya adalah Pasar 46 yang ada di Jambi. Pasar ini terletak di Jalan Baru, perbatasan Kota Jambi dengan Kabupaten Muaro Jambi.
Kalau dilihat dari barang yang dijual di pasar ini tidak ada bedanya dengan pasar pada umumnya, cuma yang menjadikan pasar ini unik yaitu jadwalnya saja. Memang pasar ini buka setiap hari, tapi hanya dari jam 4 sore hingga jam 6 sore saja.
11. Pasar Kaget di Wamena

Pasar Kaget di Wamena via travel.detik.com

Umumnya pasar kaget itu berada di alun-alun, depan kantor, atau pinggir jalan, tapi berbeda dengan pasar kaget yang ada di Wamena ini yaitu berada di tengah hutan. Pasar kaget di Wamena ini biasanya menjual seperti kalung, tombak, hingga koteka.
Harganya pun cukup beragam, mulai dari Rp 200.000 hingga Rp 400.000. Keesotisan pasar kaget di Wamena ini juga disebabkan oleh para penjualnya yang juga mengunakan pakaian khas suku di Papua.
Nah, itulah beberapa pasar unik yang ada di Indonesia. Pasar-pasar ini hanya satu dari jutaan keragaman budaya yang dimiliki Indonesia. Bahkan saking kayanya kebudayaan Indonesia, sampai-sampai membuat negara lain iri, bahkan ada yang nekat mengklaimkan kebudayaan Indonesia.

11 Agu 2017

CAK NUN: KOWE KUDU NGERTI KESEHATANMU DEWEK

Sudah lihat video Cak Nun yang lagi ramai belakangan di medsos dan disebar oleh fanpage Komunitas Kretek beberapa hari lalu?
Cak Nun memerankan adegan paling epik saat menjawab pertanyaan seorang bapak tentang bahaya rokok. Tapi, belum sampai menjawab, Cak Nun malah menyalakan rokok lalu menghisapnya. Sontak, jemaah Maiyah yang melihat itu langsung tertawa.
Melihat video itu, sodara boleh saja tertawa dengan pertanyaan polos si bapak. Tapi percayalah,  bapak itu hanya satu dari sekian kita yang tidak tahu, kalau peringatan bahaya rokok adalah ulah para antirokok dan pemerintah. Di antara mereka itu, boleh jadi di antaranya juga adalah bapak kita, kakek kita, atau keluarga dekat kita yang lain yang masih merokok, juga tidak tahu kalau persoalan rokok adalah persoalan bagaimana tubuh seseorang menerima reaksi dari barang yang dikonsumsi.
Situ boleh enggak setuju dengan perkataan Cak Nun. Siapa sih yang enggak ngeri lihat bibir korengan, jantung menghitam, hingga ancaman kematian. Duh, orang sebandel apapun ngeri-ngeri lah ya ngeliat gituan. Sodara boleh jadi bergidik merinding melihat semua itu lewat kampanye negatif tentang rokok yang banyak tersebar di televisi atau media sosial.
Tapi benarkah demikian?
Lewat video itu, Cak Nun mengajarkan, tak ada sesuatu yang absolut. Semuanya penuh kerelatifan. “Pak, aku iki ngerti uripku. Wong ki macem-macem, Pak. Ono wong mangan krikil ra masalah. Ono wong mangan beling yo ra masalah. Dadi, ora koyo jenengan kabeh wong sedunyo. Ono wong kih macem-macem. Ono wong ngemut botol tok, ya wareg, yo ono. Kok gelem diapusi karo gambar iki loh.”
Duh, Cak, apa ya enggak berlebihan kita mendapat jawaban makrifat begitu.
Apa yang dikatakan Cak Nun boleh jadi berkebalikan dengan apa yang kita dengar lewat teori-teori ilmu kesehatan modern, yang diajarkan di sekolah-sekolah atau televisi, bahwa sekian ratus orang meninggal setiap harinya karena rokok. Tapi rasanya kita lebih banyak melihat perkataan Cak Nun adalah sebuah kebenaran: orang-orang tua di kampung kita, para kyai kita, Mbah Gotho adalah sedikit fakta bahwa tak selamanya teori itu absolut.
Mendengar jawaban Cak Nun, saya malah lebih percaya kalau kampanye-kampanye negatif tentang rokok hanya perang dagang internasional antara perusahaan nikotin dan farmasi. Kalau bukan, kenapa mereka, para penolak rokok, tidak mengampanyekan bahaya dari asap-asap lain selain rokok. Kenapa mereka tidak mendukung penyediaan ruang-ruang merokok.
Ruang merokok bagi saya adalah jalan tengah dari persoalan rokok agar tidak merugikan masyarakat dan pelaku industri rokok, mulai dari petani hingga para pedagang asongan. Itu lebih fair daripada harus bicara muter-muter tentang bahaya asap rokok, tapi tidak berani menutup pabriknya.
Michael Bloomberg, pemilik raksasa perusahaan Bloomberg Initiative, pada 2008 dikabarkan menggelontorkan aliran dana ke beberapa perusahaan, baik pemerintah dan swasta untuk memerangi rokok yang nilainya mencapai lebih dari Rp 7 miliar.
Mendengar pertanyaan bapak dalam video itu, kita tahu, bahwa ada begitu banyak di antara kita yang tidak tahu akar dari persoalan kampanye negatif rokok. Tapi saya mau berbaik hati dan memberi sedikit penjelasan kepada mereka, para pelaku kampanye itu.
Jadi gini. Ehem. Sesuatu yang dikatakan terus menerus tanpa ada bukti nyatanya, akan menjadi hal sia-sia dan tak bermakna. Situ boleh ngomongin saya apapun soal bahaya rokok. Tapi kalau enggak ada buktinya, saya akan semakin meyakini, bahwa situ adalah pembohong kelas ulung.
Terakhir, saya mau kasih pesan dari Cak Nun lagi, “Arep ngerokok, ngerokok. Arep ora, yo ora. Kowe kudu ngerti kesehatanmu dewek.” Jadi gitu, Jon.

MENGENAL MANFAAT PERISA PADA KRETEK


Indonesia adalah negara megadiversitas yang memiliki keanekaragaman hayati yang besar. Terdapat 77 jenis sumber karbohidrat, 75 jenis sumber lemak/minyak, 26 jenis kacang-kacangan, 389 jenis buah-buahan, 228 jenis sayuran, 40 jenis bahan minuman, dan 110 jenis rempah-rempah dan bumbu-bumbuan.
Khazanah kekayaan hayati inilah yang diantaranya juga terdapat pada kretek. Mungkin tidak semua perokok—yang kini cenderung menggemari kretek mild—tahu bahwa ada unsur penting lain pada kretek selain tembakau dan cengkeh. Yakni unsur yang kini dikenal dengan sebutan plavor. Lazim disebut juga sebagai perisa.
Pada industri rokok, kretek khususnya, perisa kerap disebut juga sebagai ‘saos’. Perlu diketahui terlebih dahulu, bahwa dalam sebatang kretek, baik mild maupun non filter, tidak hanya terdiri dari satu jenis tembakau. Terdiri dari beragam jenis tembakau dari pelbagai daerah yang di-blend oleh pabrikan. Lalu diberi rempah utama yaitu cengkeh, yang tentu sesuai takaran tiap batangnya, takaran yang pas itu kemudian bersenyawa dengan tembakau, dan menimbulkan sensasi gurih saat rokok dibakar.
Namun jika kualitas cengkeh maupun takaran tidak sesuai standar pabrikan, sebut saja kebanyakan cengkehnya. Sensasi yang ditimbulkan akan terasa pedar. Atau mungkin lebih banyak tangkai cengkehnya. Rasa yang ditimbulkan akan jauh dari kata mantap. Silakan saja jika Anda berkesempatan untuk bereksperimen membuat kretek sendiri. Menggunakan rumusan sesuka hati untuk mengetahui bedanya.
Melalui eksperimen itu niscaya Anda akan berkesimpulan, betapa tak mudah menemukan rumusan/komposisi kretek yang persis seperti pabrikan ciptakan. Baik itu sensasi gurih maupun cita rasa aromatiknya. Meskipun ada beberapa penjual rokok siap linting yang menawarkan cita rasa yang menyerupai merek rokok tertentu. Tetap saja jauh berbeda rasanya.
Cengkeh yang bagus membuat napas jadi lebih longgar. Ada semacam sensasi plong di tenggorokan. Maka pada awal munculnya rokok kretek dahulu, yaitu  rokok tembakau yang dicampur cengkeh, dipercaya dapat menyembuhkan beberapa penyakit yang berhubungan dengan pernapasan.
Kembali ke plavor, alias saos pada rokok, salah satu unsur yang memberi sensasi aromatik. Saos alami umumnya berasal dari hasil ekstraksi rempah-rempah (kapulaga, cengkeh, jinten, kayu manis, pandan, dsb) juga buah-buahan. Saos pada rokok memberi efek wangi serta cita rasa tersendiri. Orang Melayu menyebutnya sebagai lemak. Dengan berbagai aroma yang kebanyakan merunut aroma buah seperti aroma nangka, salak, nanas, pisang ambon, dsb, aroma rokok menjadi lebih beragam seturut selera pasar yang terus berkembang.
Unsur saos ini pula yang memberi efek keharuman pada rokok. Terlalu banyak saos menyebabkan rokok juga terlalu tajam aromanya, kurang saos, wangi rokoknya juga berkurang. Takaran saos memang harus pas. Setiap pabrikan memiliki komposisi saos yang khas, misalnya saja pada Djarum Super, kerap terdapat sensasi rasa nangka, sedangkan Gudang Garam, cenderung wangi salak.
Semua jenis rokok saat ini mengandung saos. Tak terkecuali, rokok kretek maupun rokok non kretek (rokok putih). Makanya jika rokok dibiarkan terbuka, kena udara langsung, aromanya makin berkurang, rasa rokok pun makin hambar.
Hal ini dikarenakan aroma saosnya telah menguap. Bagi Anda yang tidak ingin wangi khas itu menguap, disarankan selesai mencabut sebatang rokok untuk ditutup lagi bungkusnya, jangan dibiarkan terbuka. Kecuali jika memang Anda ingin membuat sensasi aroma itu berkurang.
Perlu diketahui juga bahwa perisa atau saos itu sendiri berfungsi sebagai antioksidan. Apa itu antioksidan? Antioksidan merupakan zat yang dapat menghambat terjadinya proses oksidasi pada produk yang kita konsumsi. Lebih lanjut lagi, antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda, memperlambat, dan mencegah terjadinya reaksi antioksidasi radikal bebas. Contoh mudahnya adalah proses ketengikan pada minyak goreng terjadi karena proses oksidasi yang berlebihan akibat panas dan kontak dengan oksigen.
Fungsi lainnya juga dapat memberi perlindungan dari penyakit degeneratif. Berdasarkan hasil riset, banyak sekali senyawa flavor yang berfungsi mereduksi terjadinya beberapa penyakit degeneratif, misalnya dapat mencegah atau mengurangi pertumbuhan sel tumor atau kanker. Sejenis senyawa ionone dari daun pandan, telah terbukti dapat mengurangi berkembangnya sel kanker payudara dan jenis kanker lainnya.
Eugenol dari cengkeh telah terbukti mencegah proliferasi sel kanker. Geraniol yang terkandung dalam berbagai rempah-rempah mampu menghambat pertumbuhan DNA sel tumor dan mengurangi volume sel kanker usus. Komponen flavor alami dari jeruk purut, lada putih, dan jahe mampu mengurangi pertumbuhan sel leukemia dan sel kanker mulut. Sedikitnya ini dulu yang bisa diungkap terkait unsur plavor atau perisa yang dipakai pada produk krokok maupun produk pangan pada umumnya.

JADI, KAPAN PABRIK ROKOK DITUTUP?


Beberapa waktu terakhir warganet bergemuruh ketika sebuah video yang diunggah Dedy Corbuzier menampilkan dirinya tengah merokok. Bukan hanya sekadar merokok, tapi sedari awal hingga akhir video dirinya terus menghisap rokok. Video tersebut membuat warganet geram, di satu sisi. Tapi kemudian juga bersorak ketika Dedy bertanya di akhir video; jadi kapan pabrik rokok ditutup?
Secara pribadi saya menyarankan Anda semua menonton konten video itu sampai habis. Walau menampilkan adegan merokok dan membuat pertanyaan yang seolah menginginkan pabrik rokok ditutup, konten video sendiri lebih mengkritisi keinginan seorang menteri memblokir media sosial di Indonesia. Intinya adalah itu.
Namun karena video tersebut menghadirkan rokok sebagai komponen, pembahasan soal rokok malah lebih banyak terjadi ketimbang kritik terhadap pemerintah.
Asal kalian tahu, Dedy adalah orang yang pernah menyatakan kalau secondhand smoker (saya tidak suka istilah perokok pasif) tidak terpengaruh penyakit karena rokok. mengutip sebuah jurnal kesehatan luar negeri, Ia menyatakan kalau kampanye tersebut dilakukan berdasar penelitian yang tak relevan. Tidak ada hubungan antara rokok dan orang yang terpapar asap rokok.
Dalam sebuah video wawancara salah satu media, Dedy juga mengatakan bahwa kanker tidak disebabkan oleh rokok. Bahkan Ia menilai bahwa polusi kendaraan di jalanan lah yang berbahaya. “Ada jutaan orang kerja di pabrik rokok. Kalau misal rokok tidak (lagi) produksi ya mereka tidak lagi bekerja,” ujarnya.
Okelah kita berhenti membahas Dedy. Pembahasan di atas hanyalah sedikit gambaran bahwa dirinya adalah orang yang berpikiran terbuka. Ia mau melihat persoalan rokok tidak hanya dari satu dimensi, tapi lebih ke multidimensi. Bahwa masalah rokok bukan hanya perkara kesehatan tapi juga masalah lainnya seperti ekonomi, budaya, dan sosial.
Dan saya sepakat dengan pandangan Dedy. Kalau memang rokok berbahaya dan membunuh, jadi kapan pemerintah mau menutup pabrik rokok?
Ini adalah pemikiran yang radikal. Terlalu berisiko dan berpotensi mengguncang perekonomian Indonesia. Tapi jika masyarakat dan pemerintah hanya mau menilai persoalan rokok dari sisi kesehatan, menutup pabrik rokok adalah solusi utama dari masalah yang ada.
Upaya-upaya pengendalian rokok hanya omong kosong belaka. Karena hal seperti itu justru memperlihatkan ketidakseriusan aktivis-aktivis anti rokok juga pemerintah untuk melindungi hak masyarakat untuk sehat. Tapi ya keseriusan mereka memang patut diragukan. Toh banyak persoalan kesehatan masyarakat tidak pernah mereka bahas dan tuntut pembenahannya kepada negara.
Karenanya, daripada sekadar basa-basi melindungi hak kesehatan masyarakat lebih baik negara juga para aktivis kesehatan ikut serta dalam kampanye etika merokok. Mari terlibat dalam sebuah upaya melindungi hak masyarakat yang tak ingin terpapar asap rokok, tapi juga menghargai hak mereka yang merokok.
Tapi, tentu ada tapinya. Kalau memang para perokok mau dihargai haknya, harus juga merokok dengan penuh tanggung jawab. Jangan lagi merokok saat berkendara, di angkutan umum, juga tempat lainnya yang berpotensi mengganggu orang lain karena asap rokok. Tak hanya itu, ayo ajak mereka untuk tidak lagi membuang puntung rokok sembarangan dan menjauhkan rokok dari anak kecil.
Jika para perokok diberi pengertian seperti di atas, tentu dengan baik dan santun ya, kemungkinan mereka untuk tak lagi abai pada hak masyarakat yang tidak merokok akan meningkat. Tapi kalau kalian, para aktivis antirokok dan pemerintah negara ini, tetap ngotot mengatakan rokok membunuh dan harus dilarang, saya cuma mau ajukan satu pertanyaan. Jadi, kapan pabrik rokok ditutup?

OMNIVORA PEROKOK BERKISAH

rokok_tahlilan
Sebut saja karena dari sebangsa omnivora, maka soal menghisap rokok pun saya termasuk pemangsa segala. Segala merek rokok lho ya. Misalnya, saat berkenan hadir pada acara tahlilan warga. Apa pun merek rokok di gelas yang tersuguh pasti saya comot. Jangan kira cuma sebatang dua batang, mau berfilter atau tidak, rejeki itu saya nikmati di tempat, tanpa ragu. Sambil diselingi ngobrol ngalor-ngidul dengan peserta tahlilan, yang rata-rata warga sekitar rumah dan lebih senior dari saya umurnya.
Satu hal yang berbeda, sejak sudah bekerja saya pantang mengantongi pulang rokok suguhan tahlilan. Bukan apa-apa, pertama, rokok saya di rumah juga masih ada, kedua, saya tahu ada yang lebih pantas untuk berlaku begitu. Lain hal semasa masih nganggur. Rokok tahlilan sungguh menyelamatkan.
Salah satu trik ekonomis dari perokok yang omnivora ini. Yang boleh ditiru boleh juga dinggap ter-la-lu. Saya memang sengaja tidak membawa rokok sendiri dari rumah, bagi orang yang punya kaca pandang bijak. Pastilah saya dituduh tipe perokok yang sangat memuliakan rejeki pemberian empunya hajat. Hehe. Iya dong, buat apa lagi coba rokok disuguhkan kalau bukan untuk dinikmati peserta tahlilan macam saya.
Lain hal kalau harus begadang di Pos Kamling untuk urusan ronda bergilir, iya bawa stok lebih dari satu bungkus mesti. Tebar bungkus pertama, lalu buka papan catur, sementara yang lain sudah melingkar main gaple, maka guyublah. Yang ada di pos ronda tidak semua perokok memang. Tetapi tidak ada secuil pun tuh air muka kebencian atau sikap alergi terhadap perokok.
Betul sekali, sob. Rokok adalah modal sosial. Kalau dulu, kretek bermerek 234, pada masa dimana saya pernah punya calon abang ipar seorang kretekus. Baru calon lho ya. Merek yang satu itu pastilah jadi semacam rokok sajenan pas wakuncar (waktu kunjung pacar), nge-date lah istilah kekiniannya.
Boleh saja, kalau itu disebut sebagai gratifikasi, tapi dulu itu belum ada KPK, dan yang saya pacari juga bukan dari keluarga pejabat negara. Ya kalee, gratifikasi cuma sebungkus doang. Terus mesti diusut dan jadi isu nasional. Soal nanti rokok gratifikasi itu dihisap atau dijadikan modal lain, misalnya buat modal ketemu calon mertuanya gitu, iya hora urus. Yang penting kan pacaran dengan adiknya lancar.
Ini sih saya blak-blakan saja ya, tapi jangan bilang ke siapa-siapa, saya dari dulu tidak mengistimewakan satu merek rokok pun, apalagi sampai mengidentik pada diri. Sebagaimana Slash gitaris gaek dengan rokok putihnya itu.
Meski orang bilang merek yang ini atau yang itu mantap luar biasa, bergengsi, dan gue banget, tetap saja yang mendaku begitu, saat rokok kebanggaannya habis, dan tak ada pilihan lain selain menghisap rokok yang ada di kalangan. Iya dia hisap juga rokok lainnya. Namun dalam urusan memuliakan orang dengan rokok, sebaiknya belikan rokok yang biasa orang itu hisap.
Gambaran ini bukan suatu hal baru di masyarakat kita. Memang kita ini omnivora kok. Ya sayuran, ya daging, ya buah-buahan, kacang-kacangan, masuk semua. Termasuk dalam hal merokok. Iya pernah merasa serba salah, pernah merasa serba benar juga.
Jika kita bicara soal identitas yang Indonesia punya, kretek jelas tak tergantikan. Mau itu berfilter atau tidak, orang luar pun mengakui aroma yang khas pada kretek. Yakni harum rempahnya. Maka coba saja perhatikan, ini sih berdasar pengalaman secuil yang saya dapat, di mana pun acara tahlilan atau selametan digelar. Pasti merek rokoknya tak jauh-jauh dari Gudang Garam Filter, Djarum Super, Dji SamSoe, atau Sampoerna Kretek. Sejak muncul jenis kretek mild tak jarang turut hadir di antaranya. Di kampung malah mbako, cengkeh,dan wur disuguhkan di piring untuk para tamu. Entah kenapa, kalau rokok putih alias non kretek, tidak pernah saya dapati di gelas acara tahlilan. Tahu nggak kenapa?
Jadi gini, negeri kita yang kaya akan nilai-nilai kearifannya memaknai persembahan bukan sebatas pemberian tanpa asas. Apalagi itu ditujukan kepada sesuatu yang disakralkan atau sosok yang dihormati. Tentu asasnya berdasar apa yang pantas dan disukai entitas penerimanya. Suatu persembahan yang bersifat aksiologis. Mengandung nilai guna dan kepantasan.
Apakah rokok putih tidak pantas tersuguh di gelas acara selametan? Iya pantas-pantas saja. Sebuah kepantasan itu tentu berakar pada nilai-nilai yang diyakini suatu masyarakat. Perlu diketahui lagi, kretek sudah lebih dulu diyakini memiliki nilai guna dibanding rokok putih. Dan kretek sudah menjadi sesuatu yang habituatif di masyarakat kita. Sudah menjadi bagian dari tradisi.

PERSAHABATAN SEJATI CHE GUEVARRA DENGAN CERUTU


“MENGISAP CERUTU DI KALA SENGGANG IALAH SOBAT SEJATI BAGI PEJUANG YANG KESEPIAN.” ~ ERNESTO GUEVARRA
Bagi banyak orang, Ernesto Guevarra adalah seorang revolusioner sejati. Pilihannya untuk meninggalkan posisi nyaman di pemerintahan Kuba, tentu setelah kemenangan yang Ia raih dalam revolusi, jelas adalah bukti kebesarannya. Kembali ke jalur revolusi lebih memikat ketimbang jabatan menteri. Kebebasan dan kesejahteraan rakyat Amerika Latin adalah harga mati baginya.
Jalan revolusi yang dipilihnya memang membawa Che Guevarra pada akhir hidup yang tragis. Meski begitu adalah hormat yang Ia dapat dari jalan hidup yang penuh pengorbanan.
Hampir sama seperti Tan Malaka, jalan yang mereka pilih adalah jalan yang sunyi. Jalan yang penuh penderitaan dan kesepian. Bedanya, Che memiliki anak dan istri. Sementara Tan memilih hidup sendiri hingga akhir hayatnya.
Walau memiliki keluarga, boleh dibilang hidup Che tidak banyak dihabiskan dengan anak dan istrinya. Jalan revolusi yang mengharuskan dirinya hidup berpindah dan bergerilya membuatnya lebih banyak hidup sendirian dan bersama pasukannya. Sebuah jalan hidup berat bagi orang yang memiliki keluarga.
Untungnya Che memiliki satu teman baik di kala dirinya merasa kesepian. Tentu teman yang satu ini bukan Fidel Castro, rekan seperjuangan dalam melakukan revolusi. Kawan yang satu ini adalah cerutu yang selalu menemani di kala sepi dan rindu melanda.
Menurut Che, mengisap cerutu di kala senggang ialah sobat sejati bagi pejuang yang kesepian. Meninggalkan keluarga dalam jangka waktu bulanan hingga tahunan membuat seorang pejuang rentan memendam kerinduan. Di masa-masa seperti itulah cerutu bagi Che adalah teman yang selalu siap menemani dirinya.
Walau pernah kuliah kedokteran dan mengetahui kampanye negatif soal tembakau, Che tetap saja bersetia menghisap cerutunya. Sebagai kawan karib, Che tidak pernah menjelek-jelekkan sobat setianya. Ia bahkan semakin akrab dengan tembakau ketika memutuskan jalan untuk berada di jalan revolusi.
Perlu diketahui, pada awal perjuangannya Che sebenarnya ditempatkan sebagai tenaga medis. Namun karena ketangkasannya membuat strategi Ia kemudian bisa mendapatkan posisi terhormat sebagai pemimpin di barisan revolusi kuba. Tapi ya semua orang hanya mengingatnya sebagai pemimpin besar revolusi, bukan sebagai dokter atau tenaga medis.
Sebenarnya, Che bisa saja hidup bergelimang harta jika memilih zona nyaman dan bertahan jadi dokter. Tapi karena keprihatinannya terhadap kondisi masyarakat, Ia memilih bergabung dalam jalur berbahaya dan penuh sepi di dalam barisan revolusi. Ia sadar, hidup masyarakat sudah teramat sulit. Kalau tidak ada yang berjuang, tak mungkin kesejahteraan didapat oleh mereka.
Mungkin karena kesadaran itu juga lah yang membuatnya tidak bisa membenci cerutu meski pernah menjadi dokter. Dari tembakau dan cerutu Kuba, banyak masyarakat menggantungkan hidupnya pada komoditas ini. Tidak mungkin Ia mengharapkan kehancuran pada komoditas yang menghidupi masyarakat yang dicintainya.
Kini, foto-foto Che banyak dipajang untuk menghormati perjuangannya. Potret dirinya beserta topi baret dan cerutu di mulut menjadi sebuah penanda tersendiri darinya. Jika melihat cerutu, pada pengagum Che pasti akan mengingat dirinya. Karena memang Che tidak bisa terpisah dari cerutu. Che tidak bisa dipisahkan dari dari sobat sejatinya.